I. PENDAHULUAN
Ikan
merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di
antaranya mengandung protein, mineral, vitamin, dan lemak tak jenuh. Protein
dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh kita yang telah rusak.
Selain air, protein merupakan bagian utama dari susunan (komposisi) tubuh kita
(Nontji, 1987).
Ikan
merupakan bahan pangan yang mudah membusuk. Hal ini dikarenakan daging ikan
merupakan substrat yang ideal untuk kehidupan dan pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk, terutama bakteri. Kandungan air yang terdapat di dalam daging ikan
cukup tinggi sehingga sangat sesuai untuk pertumbuhan bakteri (Irawan, 1995).
Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat.
Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam
tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang
biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan
yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada
bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman,
pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan.
Pengolahan ikan ini dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimumkan manfaat hasil tangkapan maupun hasil budidaya. Pengolahan ikan meliputi cara memilih ikan segar, perlakuan pada ikan, dan cara menghambat kebusukan. Naiknya pendapatan masyarakat menuntut ikan yang lebih baik dan lebih segar. Hal ini akan mendorong perbaikan mutu ikan yang dihasilkan sejak ditangkap sampai ke tangan konsumen sehingga dibutuhkan waktu ketahanan ikan segar dalam waktu yang cukup lama. Pada umumnya pendinginan hanya dapat menghambat pembusukan dalam waktu yang lebih pendek bila dibandingkan dengan pengawetan.
Pengolahan ikan ini dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimumkan manfaat hasil tangkapan maupun hasil budidaya. Pengolahan ikan meliputi cara memilih ikan segar, perlakuan pada ikan, dan cara menghambat kebusukan. Naiknya pendapatan masyarakat menuntut ikan yang lebih baik dan lebih segar. Hal ini akan mendorong perbaikan mutu ikan yang dihasilkan sejak ditangkap sampai ke tangan konsumen sehingga dibutuhkan waktu ketahanan ikan segar dalam waktu yang cukup lama. Pada umumnya pendinginan hanya dapat menghambat pembusukan dalam waktu yang lebih pendek bila dibandingkan dengan pengawetan.
Proses
pembusukan pada ikan harus dihambat agar sebagian besar produk perikanan dapat
dimanfaatkan secara maksimal, salah satunya dengan pengembangan beberapa cara
pengawetan. Cara pengawetan produk perikanan antara lain dengan penyimpanan
pada suhu rendah dan penambahan zat aditif sebagai bahan pengawet. Penyimpanan
pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan di dalam
bahan pangan. Hal ini selain dapat menurunkan aktivitas respirasi juga dapat
menghambat perkembangbiakan bakteri pembusuk yang terdapat di permukaan daging.
Cara pengawetan dengan suhu rendah dibedakan menjadi dua yaitu pembekuan dan
pendinginan. Pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa tahun,
sedangkan pendinginan dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau
minggu tergantung pada macam bahan pangannya. Suhu yang biasa digunakan untuk
penyimpanan bahan pangan pada pendinginan adalah 5-10o C (Buckle et
al., 1987).
Cara
pengawetan dengan penggaraman yang diikuti dengan pengeringan adalah merupakan
usaha yang paling mudah untuk menyelamatkan ikan hasil tangkapan nelayan.
Penggunaan garam sebagai bahan pengawet terutama ditekankan pada kemampuannya
untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat tidak menguntungkan pada
ikan.
Salah satu
produk fermentasi ikan yang ada di sumatera barat adalah ikan budu. Ikan budu
berasal dari kabupaten padang pariaman khususnya didaerah sungai limau. Produk
ikan budu ini telah menjadi kebanggan bagi masyarakat setempat karena ikan ini
menjadi makanan eksotik karena ikan budu di khususkan bagi masyarakat
perantauan dan masyarakat yang ekonominya dikalangan menengah keatas. Hal ini
berkaitan juga dengan harga penjualan ikan budu tersebut yang melebihi dari
ikan asin biasa bahkan melebihi harga daging segar.
II. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Bioteknologi
Bioteknologi
adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk
hidup (enzim, alkohol)
dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini,
perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi
semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan
lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang
menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.
Bioteknologi
merupakan suatu bidang penerapan biosains dan teknologi yang menyangkut
aplikasi praktis organisme hidup atau komponen subselulernya pada industri jasa
dan manufaktur serta pengelolaan lingkungan. Bioteknologi memanfaatkan bakteri,
kapang, ragi, alga, sel tumbuhan atau sel jaringan hewan yang dibiakkan sebagai
konstituen berbagai proses industri. Bioteknologi mencakup proses fermentasi,
pengelolaan air dan sampah, sebagian teknologi pangan dan berbagai penerapan
baru mulai dari biomedis hingga daur ulang logam dari batuan mineral
berkualitas rendah.
Proses
bioteknologi dapat dibagi dua jenis yaitu bioteknologi tradisional dan
bioteknologi modern. Bioteknologi tradisional yaitu proses bioteknologi yang
terjadi pada suatu makanan atau bahan pakan dengan cara menambahkan suatu enzim
atau mikroorganisme tertentu sehingga terjadi perubahan fisik, penampilan dan
rasa akibat proses biologis dalam bahan. Contoh bioteknologi tradisional
diantaranya pembuatan bir, yogurt, keju, antibiotika, kecap dan oncom.
Bioteknologi modern yaitu proses bioteknologi yang terjadi akibat transfer DNA,
dari satu sel ke sel lain yang lebih baik pada spesies yang sama maupun antar
spesies yang berbeda. Teknik dengan DNA rekombinan, seperti antibodi monoclonal,
cloning, dan transformasi tanaman dan hewan merupakan contoh dari bioteknologi
modern.
2.2. Pengertian
Bioteknologi Perikanan
Bioteknologi
perikanan adalah bioteknologi yang ditekankan khusus pada bidang perikanan.
Penerapan bioteknologi dalam bidang perikanan sangat luas, mulai dari rekayasa
media budidaya, ikan, hingga pascapanen hasil perikanan. Pemanfaatan mikroba
telah terbukti mampu mempertahankan kualitas media budidaya sehingga aman untuk
digunakan sebagai media budidaya ikan.
Bioteknologi
telah menciptakan ikan berkarakter genetis khas yang dihasilkan melalui
rekayasa gen. Melalui rekayasa gen, dapat diciptakan ikan yang tumbuh cepat,
warnanya menarik, dagingnya tebal, tahan penyakit dan sebagainya.
Pada
tahap pascapanen hasil perikanan, bioteknologi mampu mengubah ikan melalui
proses transformasi biologi hingga dihasilkan produk yang bermanfaat bagi
kelangsungan hidup manusia. Sudah sejak abad 11, manusia sebetulnya menggunakan
prinsip dasar ini. Pembuatan pangan seperti peda, kecap ikan, terasi ikan
merupakan hasil bioteknologi.
2.3. Proses Fermentasi Pada Ikan Budu
Ikan budu
merupakan produk olahan ikan awetan yang difermentasi dimana proses
pembuatannya mirip dengan ikan asin. Akan tetapi teknis dari fermentasi ikan
budu berbeda dengan ikan asin. Teknis pembuatan ikan budu diperlukan
penggantungan dari ikan setelah pengambilan langsung dari laut. Penggantungan
dari ikan tersebut bertujuan agar darah dari ikan segar turun dan mengurangi
berat cair dari ikan tersebut.
Nama “ikan
budu” merupakan nama yang telah lama dikenal bagi masyarakat setempat dan
didaerah lain. Produk olahan ikan budu telah ada di kabupaten pariaman selama
kurang lebih 30 tahun. Pada awalnya produk ikan budu ini di masak oleh nenek
moyang setempat memakai bumbu masak berupa jahe, bawang merah dan yang lainnya.
Akan tetapi budaya ini menghilang karena pemakaian bumbu masak dianggap merusak
cita rasa ikan budu apabila telah diolah menjadi kuliner.
Ikan budu
merupakan produk pengawetan ikan dengan pemberian garam dan penjemuran. Ikan
budu ini dapat tahan lama sampai bertahun-tahun. Hal ini disebabkan pemberian
garam pada fermentasi ikan ini menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan
bakteri pathogen. Dengan adanya produk olahan ikan budu dapat menambah kwalitas
gizi dari ikan dimana senyawa yang ada pada ikan lebih sederhana karena telah
melewati proses fermentasi.
Jenis ikan yang digunakan sebagai bahan dasar dari fermentasi ikan budu pada umumnya adalah ikan tenggiri. Ikan tenggiri mengandung gizi yang cukup tinggi. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dengan mengonsumsi ikan ini. Tenggiri merupakan jenis ikan yang mudah hidup dan mudah ditemui di perairan Indonesia. Selain ikan budu, ikan tenggiri juga diolah menjadi bentuk makanan lain. Cara pengolahan yang lainnya seperti memanggang (broiling), menggoreng (frying), membakar (baking), dan pengasapan merupakan metode umum yang digunakan untuk mengolah ikan tenggiri.
Jenis ikan yang digunakan sebagai bahan dasar dari fermentasi ikan budu pada umumnya adalah ikan tenggiri. Ikan tenggiri mengandung gizi yang cukup tinggi. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dengan mengonsumsi ikan ini. Tenggiri merupakan jenis ikan yang mudah hidup dan mudah ditemui di perairan Indonesia. Selain ikan budu, ikan tenggiri juga diolah menjadi bentuk makanan lain. Cara pengolahan yang lainnya seperti memanggang (broiling), menggoreng (frying), membakar (baking), dan pengasapan merupakan metode umum yang digunakan untuk mengolah ikan tenggiri.
Ikan
tenggiri yang digunakan sebagai produk awetan ikan budu memiliki beberapa
persyaratan. Diantaranya, ikan tenggiri tidak bisa digunakan apabila telah
tercampur dengan es. Apabila hal ini terus dilanjutkan, maka produk ikan yang
dihasilkan akan menjadi keras dan tidak renyah. Selain dari itu ikan yang
digunakan harus ikan yang tidak terhempas-hempas selama penangkapannya. Karena
dengan hal tersebut dapat mengurangi nilai mutu dan organoleptik dari hasil
prosuk ikan budu.
Proses
pembuatan ikan budu adalah sebagai berikut:
1. Pembersihan I.
Ikan
tenggiri dibersihkan mulai dari bagian perutnya sampai dengan insangnya.
Pembersihan bagian perut ikan bertujuan karena bakteri pembusuk yang ada pada
ikan lebih banyak terdapat pada bagian pencernaan yaitu bagian perutnya dan
juga insangnya.
2. Penggantungan.
Proses
penggantungan dilakukan selama maksimal 24 jam sampai terjadi penggembungan
pada daging ikan. Tujuan dari penggantungan agar darah dari ikan tersebut turun
dan sampai hilang. Apabila darah tersebut masih terdapat pada ikan, darah akan
menyebabkan gatal-gatal bagi konsumen yang telah memakan ikan ketika telah
menajadi produk kuliner. Waktu dalam penggantungan ikan ini harus diperhatikan
karena ikan tidak boleh melewati penggembungan dan akhirnya dagingnya menjadi
tidak menyatu atau pecah. Sebaliknya apabila ikan tersebut kurang dari
penggembungan yang optimal, maka pada proses pembelahan daging ikan mendapatkan
kesulitan. Produk yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan yang diharapkan
karena nilai organokeptiknya tidak bagus.
3. Pembelahan daging ikan.
Pembelahan
daging ikan bertujuan untuk mengeluarkan semua tulang yang terdapat pada ikan.
Dengan pembuangan semua jenis tulang yang terdapat pada ikan, menghasilkan ikan
tanpa tulang dengan kata lain hanya daging ikan murni yang terdapat pada produk
ikan budu.
4. Pemberian garam pada ikan yang
telah dibelah secara merata.
Ada beberapa
teknik khusus yang ada pada pemberian garam pada garam. Pertama komposisi garam
yang di berikan pada ikan. Pemberian garam ini biasanya akan menghasilkan
produk optimal apabila para pembuat ikan budu telah terbiasa atau telah kompeten
dalam penentuan kadar garam yang akan diberikan. Selain dari itu, ukuran ikan
yang digunakan untuk produk olahan juga menentukan komposisi garam yang akan
diberikan saat penggaraman. Kedua, jenis garam yang digunakan. Jenis garam yang
digunakan adalah garam pasir. Garam pasir merupakam garam yang telah dihaluskan
sedemikian rupa dan dikeringkan sehingga berbentuk garam halus seperti puffer.
5. Pemberian
bumbu.
Pemberian
bumbu masak pada produk olahan ikan budu terhantung pada keahlian masyarakat
setempat. Masing-masing masyarakat mempunyai rahasia tersendiri dalam pemberian
bumbu pada ikan budu. Sebagian masyarakat memberikan bumbu penyedap seperti
ajinomto untuk menambah cita rasanya. Setelah pemberian ajinomoto dipadu dengan
penambahan sedikit gula agar rasa asin pada garam tidak terlalu meninjol pada
produk ikan budu.
6.
Pengeraman (peragian) .
Pengeraman
pada produk ikan memerlukan waktu yang tergantung pada ukuran ikan yang
difermentasi. Pada umumnya apabila ukuran ikan yang digunakan besar dan tebal
pengeraman dilakukan selama 3 jam, sebaliknya apabila ukuran kecil dan tipis
maka waktu yang dibutuhkan hanya mencapai 1 jam. Tujuan pengeraman ikan agar
garam yang telah diberikan dapat larut dan menyebar pada seluruh bagian daging
ikan dan rasa asin pada produk ikan dapat tercapai. Penggaraman juga bertujuan
agar produk yang dihasilkan lebih tahan lama dan awet. Hal ini disebabkan
adanya proses mikrobiologis pada produk ikan budu, dimana garam akan menghambat
pertumbuhan mikroba-mikroba pembusuk dan pathogen terhadap ikan.
7.
Pembersihan II.
Pembersihan
ikan dari sisa garam yang tertinggal pada permukaan daging ikan selama
peragian. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai organoleptik produk hasil,
dimana ikan akan terlihat bersih seperti produk ikan tanpa garam.
8.
Penjemuran ikan.
Penjemuran
ikan bertujuan agar produk ikan jadi kering, bebas dari kadar air yang
terkandung dalam produk selama fermentasi. Selain dari itu, penjemuran juga
bertujuan agar daging ikan dan menyatu dengan utuh. Hal ini juga berhubungan
dengan bentuk produk yang akan dihasilkan. Waktu yang dibutuhkan selama
penjemuran tergantung dengan kwalitas matahari yang ada. Pada umumnya,
penjemuran yang optimal membutuhkan waktu 48 jam sesuai dengan keadaan matahari
pada waktu penjemuran.
Cara
pembuatan ikan budu sangat berhubungan dengan keahlian dari masyarakat setempat
dalam pengolahannya. Dimulai dari teknik penggantungan ikan, proses
penggembungan ikan, teknik pemberian garam yang sesuai dengan kadar optimal
dimana rasa ikan tersebut tidak asin dan tidak terasa tawar, sampai dengan
penentuan lama penjemuran ikan agar ikan budu yang dihasilkan sesuai dengan
nilai organoleptik yang diharapkan.
Fermentasi
ikan budu merupakan jenis fermentasi asam laktat. Proses fermentasi Asam laktat
berlangsung dengan adanya aktifitas bakteri asam laktat yang berlangsung secara
spontan, karena terjadi secara alamiah dengan memperhatikan kondisi
lingkungannya yaitu anaerobic. Penggunaan secukupnya garam (konsentrasi
tertentu) bertujuan untuk menyerap keluarnya cairan glukosa yang terdapat pada
ikan dan menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan. Pengaturan suhu
yang sesuai juga harus diperhatikan selama fermentasi untuk menjaga
kelangsungan hidup bakteri asam laktat.
Lactobacillus
merupakan suatu contoh mikroorganisme yang berfungsi dalam pembentukan asam
laktat. Bakteri Lactobacillus memiliki ketahanan terhadap kadar oksigen yang
rendah (anaerobic) dan sangat tahan terhadap asam. Pertumbuhan bakteri asam
laktat selama fermentasi akan mengakibatkan perubahan pada produk yaitu :
1. Membatasi pertumbuhan organisme
yang tidak diingiunkan dan menghambat pembusukan.
2. Memproduksi berbagai citarasa
yang khas karena terjadi pengumpulan asam organik sehingga diperoleh hasil
akhir yang khas berupa produk yang berbeda dari bahan dasarnya.
Sifat yang
terpenting dari bakteri asam laktat adalah kemampuannya untuk merombak senyawa
kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dihasilkan asam laktat.
Sifat ini penting dalam pembuatan produk fermentasi, termasuk fermentasi ikan.
Produk asam oleh bakteri asam laktat berjalan secara cepat, hal ini dapat
menyebabkan pertumbuhan mikroba lain yang tidak diinginkan dapat terhambat.
Bakteri pathogen seperti Salmonella dan Staphylococcus aureus yang terdapat
pada suatu bahan pangan akan dihambat . Pemberian bakteri asam laktat dapat
menurunkan pH bahan pangan, penurunan pH tersebut dapat memperlambat
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk (Buckle et al., 1987). Keadaan asam akibat
penurunan pH akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Efek bakterisidal
dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5
sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat.
III. MANFAAT
BIOTEKNOLOGI BAGI KONSUMEN
Asian Food Information Centre (AFIC) pertengahan 2008 lalu mengadakan
survei untuk mengetahui penerimaan dan persepsi konsumen terhadap bioteknologi
pangan, terutama GMO. Hasil dari penelitian tersebut antara lain:
1. Keamanan pangan.
Keyakinan terhadap keamanan pangan konsumen rata-rata bernilai netral
hingga positif. Keakuratan label menjadi faktor kritis terhadapat kepercayaan
konsumen. Mengenai bioteknologi pangan, beberapa konsumen negara-seperti
Jepang, Cina, India, dan Filipina- menunjukkan sedikit/tidak khawatir terhadap
keamanannya. Sedangkan konsumen beberapa negara lain menunjukkan tingkat level
yang berbeda-beda terhadap isu keamanan pangan bioteknologi pangan.
2. Label pangan.
Informasi terpenting yang dibaca konsumen dari label adalah expiry date. Hampir
sepertiga konsumen menyatakan bahwa informasi pada label yang ada saat ini
belum cukup. Sementara itu, informasi keberadaan ingridien yang diperoleh dari
proses bioteknologi belum menjadi perhatian.
3. Bioteknologi
pangan secara umum.
Kepedulian konsumen Asia terhadap bioteknologi rendah, kecuali Filipina.
Persepsi konsumen terhadap bioteknologi ternyata menunjukkan pola yang berbeda
antar negara yang disurvei. Hal ini sangat bergantung kepada kegiatan
pertaniannya. Konsumen di Cina, India, dan Filipina -yang merupakan negara
penghasil pangan- lebih positif melihat bioteknologi. Berbeda dengan negara
pengimpor seperti Jepang dan Korea Selatan, yang konsumennya masih belum
terlalu peduli dengan peranan bioteknologi pangan, terutama GMO.
4. Keuntungan yang
diperoleh konsumen.
Pengetahuan yang lebih baik terhadap manfaat yang bisa diperoleh secara
langsung oleh konsumen akan meningkatkan penerimaan terhadap bioteknologi
pangan. Konsumen yang telah mengetahui manfaat bioteknologi akan cenderung
membeli produk dan turunannya. Keunggulan produk bioteknologi yang sering
didengungkan antara lain perbaikan nilai gizi, produk lebih lezat, dan
pestisida lebih sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto. 2009. Bioteknologi Perikanan. http://eafrianto.wordpress.com/2009/12/01/bioteknologi-perikanan/ [ 20 September 2011]
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton.
1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Irawan, A. 1995. Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri.
C.V. Aneka. Solo.
Nontji, A. 1987. Laut
Nusantara. Penerbit Jambatan. Jakarta.
Septia, Ita. 2010. Bioteknologi
Pangan. http://itaseptia.blogspot.com/2010/05/bioteknologi-pangan.html [ 20 September 2011 ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar